Chairman CISFED, Farouk Abdullah Alwyni (FAA) membahas terkait kemenangan Biden dalam pemilu di Amerika Serikat (AS) dan potensi dampaknya terhadap Indonesia dan China dalam sebuah media online (barisan.co). Interview yang dipublikasikan pada tanggal 18 November 2020 tersebut dapat diakses melalui link berikut: https://barisan.co/farouk-abdullah-alwyni-biden-sama-agresifnya-dengan-trump-soal-china/. Dibawah ini adalah Isi dari link tersebut. Semoga bermanfaat.
Farouk Abdullah Alwyni: Biden Sama Agresifnya dengan Trump Soal China
Penulis & Editor: Ananta Damarjati
18 November 2020
Barisan.co – Pilpres Amerika telah dimenangkan Joe Biden. Ia menjadi presiden tertua sepanjang sejarah Amerika dengan usia 78 tahun. Banyak yang menyambut positif kemenangannya. Tapi bagaimana pengaruh terpilihnya Biden terhadap Indonesia?
Kesan pertama yang sering muncul di kalangan ekonom adalah kemenangan Biden diyakini akan membawa sentimen positif terhadap perekonomian Indonesia. Farouk Abdullah Alwyni, Chairman Center For Islamic Studies in Finance, Economics and Development (CISFED), menjelaskan secara gamblang tentang dampak kemenangan Joe Biden terhadap Indonesia. Berikut petikan wawancaranya dengan tim barisan.co.
Red: Trump dan Biden, siapa sebetulnya yang lebih menguntungkan bagi Indonesia?
FAA: Sebenarnya siapapun Presiden Amerika itu akan tergantung kepada Indonesianya sendiri. Secara ekonomi, jika kita punya birokrasi yang baik, sistem peradilan yang baik, kepastian hukum yang baik, kapasitas negosiasi yang percaya diri, siapapun Presiden Amerika, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat akan tetap mempertimbangkan Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik.
Contohnya ketika masa hangat-hangatnya kebijakan tarif yang dilakukan oleh Trump Administration kepada perusahaan-perusahaan asal China. Kita pun tidak bisa mengambil manfaat itu, karena ternyata banyak perusahaan asal Amerika (yang tadinya berbasis di China) relokasinya justru ke Vietnam bukan ke Indonesia. Jadi di sini faktor luar tidak akan berpengaruh banyak kalau kitanya di Indonesia tidak serius dalam berbenah diri.
Red: Rezim Trump menjaga pajak rendah bagi orang kaya Amerika, Biden sebaliknya. Banyak pengamat kemudian menyebut akan terjadi perpindahan aliran modal dari AS ke negara berkembang. Apakah Indonesia menjadi salah satu yang kecipratan, dalam sektor apa?
FAA: Trump adalah bukan kekecualian, secara umum kelompok Republikan memang cenderung mempunyai kebijakan perpajakan yang “friendly” untuk bisnis. Sedangkan demokrat memang cenderung lebih mengarah kepada “welfare state”.
Tetapi Biden walau bagaimanapun tidak akan seprogresif Bernie Sanders dalam hal kebijakan perpajakan ataupun welfare state, yang punya pemikiran untuk memberikan pajak yang tinggi bagi kelompok top 1% misalnya, yang punya penghasilan lebih dari USD 1 juta/tahun, di mana uang tersebut akan digunakan untuk membebaskan biaya kuliah bagi para mahasiswa, ataupun membangun sistem kesehatan yang gratis bagi segenap kelompok masyarakat.
Biden tidak akan berbeda jauh tentunya dengan pemerintahan Obama, tetap masih dalam rambu-rambu yang bisa diterima oleh korporasi-korporasi besar di Amerika. Di samping itu kebijakan peningkatan pajak juga perlu disetujui oleh Senat. Di sini Senat walaupun tipis, akan dikontrol oleh Partai Republik, jadi tidak akan mudah juga untuk Biden untuk mendorong agenda-agenda yang dimilikinya.
Red: Kemenangan Biden diprediksi mengendurkan tensi perang dagang dengan China. Apa dampaknya bagi Indonesia?
FAA: Tidak juga, persoalan China juga menjadi perhatian bagi Biden Administration. Mereka tidak akan kurang agresifnya dibandingkan Trump jika terkait China. Karena bagaimanapun dari perspektif kepentingan nasional Amerika, China adalah sebuah kekuatan baru yang tidak bisa dibiarkan begitu saja menyaingi pengaruh Amerika.
Biden juga telah menyatakan bahwa China harus taat kepada aturan-aturan internasional dalam bisnisnya. Juga, Biden mempunyai perspektif yang kurang lebih sama dengan Trump terkait persoalan keamanan nasional terkait TikTok.
Bahkan terkait HAM, pemerintahan Biden bisa lebih agresif, terkait Uighur misalnya Biden pernah menyerang China dengan menyatakan bahwa apa yang China lakukan terhadap Muslim minoritas Uighur sebagai sebuah bentuk “genocide”.
Jadi untuk Indonesia, kita harus kembali ke isu no. 1, apakah kita sendiri siap berbenah secara serius?
Red: Biden kental dengan ide-ide Demokrat tentang lingkungan, human rights, energi terbarukan, dan lain-lain. Melihat sekilas bahwa Indonesia belum ‘at home’ dengan ide-ide tersebut, apakah ini artinya akan menyulitkan bagi Indonesia dalam hubungan bilateralnya dengan AS?
FAA: Tentunya dalam hal ini, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Amerika adalah masih merupakan sebuah kekuatan dominan dunia. Maka tentunya Indonesia perlu lebih familiar dengan isu-isu yang disebutkan di atas.
Karena Indonesia akan perlu menyesuaikan diri dengan kebijakan-kebijakan yang ada tersebut. Sebenarnya dampak positif Biden Administration bagi Indonesia adalah justru dapat mendorong perbaikan dari kualitas demokrasi kita yang sekarang-sekarang ini cenderung menurun.
Juga terkait perbaikan menuju kebijakan HAM yang lebih baik, kontrol yang lebih ketat atau reformasi terhadap peran kepolisian yang cenderung sekarang ini seperti militer pada masa Orde Baru, mendorong bisnis yang lebih bertanggung jawab sosial, dan juga tentunya lingkungan.