Berikut ini merupakan point-point dari Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Farouk Abdullah Alwyni (FAA) pada 21 April 2021 merespon proyeksi IMF bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia (PEI) (4.3%) untuk Tahun 2021 diperkirakan akan berada dibawah rata-rata negara yang dikategorikan ASEAN-5 (4.9%); rata-rata negara berkembang di Asia (8.6%); rata-rata negara berkembang dan berpendapatan menengah umumnya (6.9%); dan dunia (6%):

 

  1. PEI antara 2000-2019 yang hanya berkisar 5% tidak setinggi periode sebelum krisis 1997/98 yang mencapai 7% antara 1990-1997. Meskipun kualitas PEI pd masa Orde Baru tidak lepas dari kritik khususnya terkait persoalan ketimpangan pendapatan, tetapi dari sisi ini PEI di era reformasi juga tidak lebih baik, bahkan diindikasikan lebih buruk.
  2. PEI 2005-2015 hanya dinikmati oleh 20% penduduk, menunjukkan bahwa pertumbuhan yang ada tidak membawa kesejahteraan bagi mayoritas masyarakat. Peran Total Factor Productivity (refleksi kapasitas teknologi dan kualitas institusi) dalam PEI justru berkontribusi negatif (-10%) antara 2015-2018, Malaysia dan Korea masing-masing mencapai 20% dan 54%.
  3. Selama ini para pemegang otoritas negara selalu merasa tidak ada yg salah dari pembangunan ekonomi Indonesia. Kualitas PEI yang tidak baik pada akhirnya juga berdampak terhadap keberlanjutan PEI, diafirmasi oleh proyeksi komparatif IMF diatas.
  4. Perlu pembenahan struktural jika ingin memperbaiki kualitas & merealisasikan PEI yg tinggi (7% keatas) dan mentransformasi Indonesia menjadi negara maju. Persoalan struktural yang berkontribusi menghambat PEI diantaranya adalah korupsi, birokrasi, kepastian hukum, kualitas infrastruktur, kualitas kesehatan & pendidikan, serta tata kelola pemerintahan